Belajar Kepasrahan dan “Melihat Cahaya Diri Sendiri”

Belajar Kepasrahan dan “Melihat Cahaya Diri Sendiri”

Pengalaman penulis selanjutnya adalah, sekitar tahun 80’an, ketika teman-teman penulis satu rumah kontrakan belajar kepada EK, seseorang yang mengajarkan ilmu kepasrahan dan relaksasi untuk pengobatan lahir dan batin. Profesi utama EK adalah pengobat dengan cara pijat refleksi. Beliau mempunyai pendidikan umum, bukan agama/pesantren, dan menurut penulis pengetahuan teori syariat agama Islamnya sekedarnya saja.

Prosedur awalnya, setelah minum air doa dari EK, si murid diminta berdiri menghadapnya. Katanya EK bisa melihat aliran energi dalam kepala si murid dan membukanya supaya lancar alirannya. Murid diminta merasakan adanya gerakan-gerakan tubuh yang tidak diperintah oleh pikiran murid. Gerakan-gerakan  itu harus diikuti dengan penuh kepasrahan. Kata EK, gerakan itu berasal dari diri sendiri yang murni, untuk membuang hal-hal yang bukan asli dari dirinya. Katanya, orang-orang yang belajar ilmu silat dari siluman macan (ilmu pamacan), misalnya, akan bergerak seperti bersilat ala macan, dan lama kelamaan akan hilang gerakannya. Hal itu dipercaya menghilangkan ilmu pamacannya. Kata EK dengan pijat refleksi, juga bisa mengobati orang yang kesurupan.

Murid yang belajar kepasrahan, yang dianggap berhasil adalah yang gerakan relaksasinya sudah tidak ada lagi atau sangat sedikit. Murid itu berdiri diam saja. Dikatakannya bahwa murid itu sudah mencapai tahapan “nafsu muthmainah”.

Saat itu, istri EK yang kernama IK sering kerasukan yang dikatakan dlm bhs Sunda “mlebu”. EK mengatakan bahwa yang masuk itu adalah diri sejati IK atau  bisa juga diri sejati murid-muridnya atau tamu-tamu yang sedang berkunjung. Kata-kata IK yang sedang kerasukan itu, kadang berbahasa halus, sering berbahasa kasar, baik bahasa Indonesia maupun Sunda, dan itu diyakini sebagai nasehat yang harus dilaksanakan oleh EK maupun murid-muridnya. Kalau IK  yang “mlebu” itu ditanya “siapa engkau?”, biasanya dia jawab, “aku adalah dari diri kamu sendiri”. Oleh istri EK yang “mlebu”, murid-murid dikatakan mempunyai sifat-sifat tokoh-tokoh wayang yang baik karakternya. Yang berkarakter wayang buruk, misal, Rahwana, tidak akan diterima menjadi murid.

Penulis mencoba mengikuti pelajaran dari EK itu, dan sampai ke suatu saat penulis dianggap sudah mencapai “nafsu muthmainah”. Itu juga berdasar kata IK yang sedang “mlebu”. Saat itu penulis merasakan keadaan yang segar dan relaks. Keadaan dunia semuanya indah, pepohonan yang biasa-biasa saja menjadi indah, apalagi bunga-bunga menjadi sangat indah. Nasi basipun, terasa enak tidak basi, bila dimakan. Saat itu, penulis merasakan hidup tidak sendirian, terasa ada yang terus menerus menemani dengan damai dan nyaman di hati.

Suatu saat  istri EK yang sedang “mlebu” menyarankan supaya penulis diajak oleh EK, belajar ilmu yang dianggap lebih tinggi di kota G.  Ajakan itu penulis ikuti.  Ternyata dikota G itu, tempat tinggal guru EK yang bernama mamah TM. Dia adalah syech mursyid tarekat H. Di situ penulis diberikan penerangan dan ditawajuh didepan kubur tokoh tarekat H. Penulis diajarkan suatu metoda rahasia untuk melihat cahaya dalam diri sendiri, serta diberikan info mengenai tanda-tanda bila akan mati. Mamah TM mewanti-wanti bahwa Allah itu bersifat “laisa kamitslihi syaiun” dan pengikut tarekat itu harus tetap melaksanakan syariat Islam.

Pulang kembali ke kota B, penulis dilatih lebih lanjut dalam menjalankan tata cara melihat cahaya dalam diri sendiri. Sebelum melaksanakannya, ada suatu doa tertentu yang harus dibaca, yaitu satu kalimat yang penulis anggap kurang sesuai, yaitu “Laa ilaaha illa ana”, penulis ganti sendiri dengan bacaan “Laa ilaaha ilallah”. Kalimat-kalimat lainnya tidak penulis ubah, karena penulis pikir sudah sesuai dengan syariat dan tidak melanggar tauhid dan keimanan dalam Islam.

Saat  penulis melatih dan berulang-ulang melaksanakan kegiatan “melihat cahaya dalam diri sendiri”. Cahaya terlihat, semakin lama semakin terang bening putih keemasan kehijauan Badan menjadi sangat dingin. Kalau pikiran tenang, tidak banyak persoalan, “melihat cahaya dalam diri sendiri” bisa lebih lama dan lebih bening.

Setelah sekian lama melaksanakan ilmu kepasrahan dan ilmu “melihat cahaya dalam diri sendiri”, suatu saat istri EK yang sedang “mlebu”, menyampaikan bahwa penulis sudah mencapai “makrifat” dan sudah tidak perlu lagi melaksanakan sholat wajib 5 waktu. Penulis diam saja, tetapi penulis tetap melaksanakan sholat wajib 5 waktu. Penulis berpikir, Nabi SAW saja yang ilmu dan derajatnya pasti paling tinggi, diantara para nabi, tetap melaksanakan sholat 5 waktu.

Suatu saat penulis mempunyai teman yang bernama OD, yang dikarunia penglihatan kasyfiyah (melihat makhluk halus). Waktu itu OD mengatakan bahwa dia melihat penulis didampingi oleh dua ekor macan. Sebelumnya penulis belum diberitahu oleh siapapun mengenai hal itu. Penuls tanya ke OD, apakah itu sesuatu yang baik atau buruk?. OD menjawab itu, sesuatu yang buruk. Apakah OD bisa mengambilnya?, tanya penulis. “Bisa”, jawabnya. Kemudian OD mengambil dua makhluk itu. Apakah sudah terambil atau belum, atau apakah muncul lagi dua makhluk itu atau yg lain, penulis belum bisa mengetahuinya atau belum meminta opini dari orang lain.

Beberapa hari kemudian, masalah itu, penulis tanyakan kepada EK dan istrinya, mereka menjawab bahwa itu adalah kekuatan dari Tuhan yang diberikan kepada penulis. Penulis masih bingung, mengapa bentuknya harimau? Tetapi penulis tidak punya argumen yang kuat untuk membantah mereka.

Kira-kira pertengahan tahun 90’an yang lalu istri EK meninggal karena sakit. Sebelum kematiannya, penulis tidak mendengar kabar, bahwa dia mengatakan bahwa beberapa hari lagi, dia akan meninggal.

Pada saat yang lain, penulis mempelajari rumitnya proses kematian, dimana banyak sekali gangguan setan pada saat sakaratul maut. Penulis tanyakan kepada EK, bagaimana persiapan dia menghadapi kematian. Dia menjawab bahwa cahaya-cahaya diri yang bening itu akan mampu digunakan untuk mengusir setan-setan.

Pada suatu hari, penulis meminta tolong kepada teman (MMA) yang sedikit diberi penglihatan kasyfiyah, untuk melihat apa yang terjadi pada penulis, ketika penulis mempraktekkan kembali gerakan kepasrahan ala EK itu.  MMA melihat bahwa yang menggerakkan penulis adalah siluman ular.

Suatu saat EK sakit sesak napas, yang sulit sembuhnya walaupun sudah diobatai dengan berbagai cara termasuk medis. Penulis ajak dia ke seorang kyai pesantren, yang biasa mengobati dengan cara memerangi dan mengalahkan setan penyakit dan setelah kalah setan itu akan memberikan resep ramuan obatnya. Ternyata EK tidak mampu mengalahkan setan penyakitnya sendiri, kalau tidak dibantu oleh penulis. Akhirnya EK sembuh dengan kalahnya setan penyakitnya dan ramuan obatnya diminum.

Sekarang EK dan adiknya D menjadi murid kyai pesantren itu, setelah membuktikan kebenarannya, melalui penglihatan adiknya yang diberikan kemampuan kasyfiyah. EK juga mempercayakan penyelamatan jiwa istrinya di alam barzah kepada kyai tersebut.

Analisa Thd Kepasrahan Dan “Melihat Cahaya Dlm Diri Sendiri”

Yang menjadi masalah terhadap metoda “kepasrahan” dan “melihat cahaya dlm diri sendiri” adalah sejauh mana kemampuan guru metoda itu dalam mengenali rekayasa setan dalam menipu dan menyesatkan manusia dengan banyak metodanya.

Kepasrahan kepada ketetapan Allah SWT adalah sesuatu yang benar, tetapi karena ketidak-tahuan siapa/apa yang menggerakkan diri pada metoda ini, maka risiko kepasrahan kepada setan sangatlah besar.

Pesan dari syekh mursyid tarekat H dalam metoda “melihat cahaya dlm diri sendiri” bahwa syariat Islam tetap harus dijalankan dan cahaya apapun yang dilihat itu bukan Allah adalah pesan yang benar. Tetapi pada prakteknya, banyak diantara pengikut tarekat itu yang meninggalkan sholat wajib atau agak mengabaikan disiplin dalam menjalankan syariat. Rekayasa setan tidak diperhatikan dalam tarekat itu.

Dalam banyak diskusi dengan para ihwan ilmu kepasrahan maupun tarekat H, belum pernah terdengar, pertemuan guru maupun murid dengan Nabi SAW, baik di alam mimpi maupun di alam sadar.

Satu Tanggapan

  1. Dalam tulisan ini penulis tidak bermaksud melecehkan tarekat H, tetapi penulis hanya bermaksud memberikan opini mengenai praktek-praktek yang penulis pikir kurang waspada terhadap canggihnya penipuan oleh setan.
    Untuk itu penulis mohon maaf kepada para ikhwan tarekat H yang mungkin merasa tersinggung dengan tulisan ini.

Tinggalkan komentar